top of page
  • Writer's pictureAl-Amjad

bersyukur

“Lelah sekali hari ini, rasanya ingin menyerah saja” ucapku dalam hati. Sepanjang perjalanan menuju pulang menjelang swastamita kudapati peluh berjajaran, masih menjemput pundi-pundi rezeki. Tibalah di lampu merah persimpangan jalan, terlihat mulai dari anak kecil, dewasa, hingga orang tua sedang berusaha menampilkan dirinya untuk diperhatikan oleh seluruh pengendara yang sedang berhenti, ada yang memakai kostum badut, ada yang mewarnai tubuhnya dengan cat warna silver, ada yang membawa gitar untuk sekedar mempersembahkan lagu kepada para pengendara, ada juga yang memakai kursi roda kakinya terlihat bengkak seperti penderita Filariasis (kaki gajah) dan membawa wadah untuk menampung hasil belas kasihan dari orang lain ada pula pedagang-pedagang asongan yang menjual permen, air mineral, rokok, kacang dan sebagainya.

Semua senandikanya hanya berlarian di kepalaku, Allah seolah-olah sedang mengetuk pintu batin dan pikiranku, lampu pun menunjukkan warna hijau yang mengisyaratkan pengendara boleh jalan. Dalam melanjutkan perjalanan menuju rumah, teringat titipan ibu dan aku pun singgah ke sebuah minimarket, sudah sampai didepan langkahku terhenti ketika kudapati seorang anak kecil sedang duduk termenung memangku kotak yang kuduga isinya adalah gorengan dan kue. Benar saja saat kuhampiri dan bertanya kepadanya, ternyata dia sedang berusaha menjual dagangan milik neneknya, seorang anak laki-laki tangguh berusia 10 tahun, tidak bersekolah lagi “mamak sama bapak sudah meninggal kak karena demam sekarang aku tinggal sama kakek nenekku” ucapnya. Seketika pecah tangisku di balik masker, segera ku beli beberapa kue gorengan yang dijualnya dan aku pun bergegas pergi ke dalam berniat untuk membelikan air minum untuknya sekaligus untuk membeli titipan ibu.


Setelah sudah selesai membayar ke kasir, kulihat sudah hilang anak kecil penjual gorengan itu, kata tukang parkir dia langsung pergi setelah gorengan dan kuenya kubeli, karena sudah cukup lama dia keliling dan menunggu ada yang beli dagangannya, “Sudah terlalu sore juga ini kak, dia takut neneknya nungguin di rumah kasian juga anak itu gak sekolah karena mamak bapaknya terpapar Covid terus meninggal selisih 1 minggu” sambung tukang parkir yang menjaga di depan minimarket.



Allah benar-benar ingin memperlihatkan kepadaku makna bersyukur, melihat orang-orang sekitar yang nasibnya tidak seberuntung diriku, lelahnya yang tak sebanding denganku, berat sekali lidah ini untuk sekedar mengucapkan alhamdulillah dalam keadaan sedang tidak mampu. Padahal jika sudah dapat bersyukur dalam situasi sulit, itu berarti kita sudah bisa lebih tenang untuk menerima dan mampu memaknai setiap peristiwa yang dialami. Seperti yang terdapat didalam QS. Ibrahim ayat 7 :

وَإذِْ تأَذََّنَ زَبكُُّمْ لئَنِ شَكَسْتمُْ لََشَِيدَنكَُّمْ ۖ وَلئَنِ كَفسَْتمُْ إنَِّ عَرَابىِ لشََدِي د

Artinya : “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; „Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azabKu sangat pedih.”

Terlalu sering hanya mengingatNya pada saat diri sedang mengalami kesulitan, tak jarang pula, menyalahkan Allah atas ujian yang diberikan, padahal nikmat yang diberikan tidak terhitung banyaknya, keleluasaan untuk bernafas, kesehatan, makanan, minuman, dan pakaian juga termasuk nikmat dariNya.


Ade Suci Ramadhani



bottom of page